(Rahma Nur Auliasari)
Di setiap daerah tentunya memiliki
kebudayaan, ciri khas, dan maskot  masing-masing.
Semua itu muncul diakibatkan oleh faktor lingkungan yang mempengaruhi munculnya
suatu kebudayaan tersebut. Lomba perahu bidar adalah salah satu contohnya.
Perlombaan ini muncul karena di latar belakangi oleh faktor lingkungan dimana
memanfaatkan sungai musi sebagai wahannya.
Musi banyuasin. Musi banyuasin adalah
salah satu kabupaten di Sumatera Selatan. Letaknya di propinsi Sumatera Selatan
memberikan begitu banyak keuntungan. Kabupaten Musi banyuasin atau yang lebih
dikenal Muba dengan ibukota Sekayu berjarak sekitar 126 KM dari kota Palembang
menuju arah Provinsi Jambi. Kota Sekayu adalah kota yang dialiri oleh sungai Musi.
Derasnya aliran air sungai Musi tak menyurutkan semangat masyarakat untuk menjadikan
sungai Musi sebagai sarana tempat mereka mencari mata pencarian. Sungai Musi
telah lama menopang kehidupan masyarakat kota Sekayu, terkhususnya masyarakat
yang tinggal di daerah pinggiran sungai Musi. 
Bagi masyarakat, sungai Musi merupakan
suatu anugerah. Disaat musim hujan tiba, air sungai Musi akan meluap turun
kejalan raya, namun hal itu bukanlah suatu bencana bahkan disaat-saat seperti
itu adalah waktu dimana telur-telur ikan yang berada didalam sungai semakin
cepat berkembang menjadi ikan-ikan. Pada musim hujan pula, masyarakat sekitar
kota Sekayu beramai-ramai menangkap ikan yang sering disebut iwak mudik dengan berbagai macam cara
seperti menangkul, memancing, memakai corong, dan memakai jala maupun jaring. Tak
jarang masyarakat mendapatkan hasil tangkapan ikan yang melimpah. Hasil
tangkapan ikan yang melimpah tersebut sempat membuat warga kebingungan untuk
mengolahnya. Sampai suatu ketika, mereka menciptakan berbagai macam makanan
yang bahan utamanya adalah ikan.
Bagi tamu daerah yang
pertama kali datang ke kota Sekayu mereka mencari makanan khas Sekayu yaitu
brengkes dan pindang. Dari makan-makan
tersebut memakai bahan utamanya yakni ikan (patin, baung, nila, seluang).
Seperti namanya yang asing di telinga yakni brengkes. Brengkes adalah ikan yang
dimasak dengan lumuran daging buah durian yang di fermentasi (tempoyak) yang diberi bumbu lalu dibungkus
dengan menggunakan  daun pisang dan dimasak
dengan cara di kukus. Kesan gurih membuat seseorang yang memakannya ketagihan. 
Dewasa ini ada makanan khas Sekayu yang
bermunculan contohnya pedeh. Sama seperti yang lainnya, pedeh adalah makanan
yang bahan utamanya yakni ikan. Cara membuatnya pun terkesan unik. Ikan yang
menjadi bahan utamanya akan diolah dengan cara dibusukan. Setelah itu adonan
ikan yang telah dibusukan lalu dicampur dengan bumbu-bumbu yang lainnya. Dan
terakhir siap dimakan bersama dengan nasi kering yang dicampurkan ke dalamnya.
Memang, cara yang digunakan terkesan menjijikan tetapi seandainya dipikir-pikir
justru inilah yang disebut dengan kebudayaan. Bisa dibilang masyarakat kota
Sekayu telah terbiasa untuk mengkonsumsi makanan yang dirasa telah mendarah
daging dengan lidahnya. Namun, walaupun begitu mereka harus memperhatikan
nutrisi yang masih terkandung didalamnya. Kebanyakan pedeh disukai oleh
masyarakat Sekayu asli dibandingkan oleh masyarakat Sekayu pendatang. 
Adapun makanan lainnya yang berasal dari
daerah sekayu yakni lempok durian. Lempok durian atau dodol durian pada umumnya
adalah makanan yang berbahan utamanya buah durian. Cara membuatnya pun
sangatlah mudah. Buah durian yang masak akan diambil daging buahnya lalu di
campurkan dengan gula dan garam yang kemudian akan dimasak dengan cara diaduk
diatas kompor. Setelah mengental lempok durian siap di nikmati. 
Berbicara mengenai makanan khas Sekayu,
makanan khas Sekayu dirasa tidak memiliki kekhususan oleh karena daerah Sekayu
berada di peraiaran sungai Musi yang kebudayaannya saling mempengaruhi antara
satu daerah dengan daerah lain seperti kabupaten Ogan Ilir, kabupaten Musi Rawas,
kabupaten Muara Enim dan lain-lain.  Jadi, kita tidak bisa mengatakan bahwa
pindang, brengkes, salai, pedeh, lempok durian dan lain-lain adalah makanan khas
dari daerah Sekayu. Karena didaerah lain pun mengatakan bahwa mereka mempunyai
makanan khas yang sama yakni pindang, brengkes, salai, pedeh, lempok durian dan
lain-lain hanya saja penyebutan namanya berbeda.
Namun, yang membedakan antara makanan
dari daerah Sekayu dan daerah lain yakni komposisi dan jenis bumbu yang
digunakan sebagai campuran makanan tersebut. Sebagai contohnya yakni pindang.
Pindang merupakan makanan yang bahan utamanya adalah  ikan yang dimasak dengan dicampur tumisan
rempah-rempah seperti bawang merah, kunyit, serai, laos dan air yang berfungsi
sebagai kuahnya. Di daerah Sekayu pindang di masak dengan menggunakan bahan seperti
biasanya namun memakai campuran lain seperti cungdiro dan terasi. Berbeda
dengan daerah Sekayu, kabupaten Ogan Ilir atau yang lebih dikenal pindang meranjat menggunakan bahan
seperti yang digunakan masyarakat Sekayu Namun, mereka tidak memakai cungdiro
dan jumlah terasinya lebih banyak. 
Cara membuat pindang ikan patin
sekayu
Bahan :
- 500 gram ikan patin.
 - 500 ml air.
 
Bumbu yang dihaluskan :
- 6 butir bawang merah.
 - 4 siung bawang putih.
 - 4 buah cabai merah besar.
 
Bumbu lainnya :
- 4 cm lengkuas, iris tipis.
 - 2 cm kunyit, iris tipis.
 - 3 cm jahe, iris tipis.
 - 2 batang serai, memarkan.
 - 10 buah cabai rawit, biarkan utuh.
 - 3 buah cungdiro, belah menjadi 4 bagian.
 - 1 mata asam jawa.
 - 2 lembar daun salam
 - 1 sendok makan kecap manis
 - 1 ½ sendok teh garam
 - Terasi , iris
 
Cara Membuat Resep Cara Membuat
Pindang Ikan Patin:
- Cuci ikan patin, lalu potong menjadi 5 bagian. Sisihkan.
 - Rebus air bersama bumbu halus, lengkuas, kunyit, jahe, dan serai sampai mendidih.
 - Masukkan ikan patin dan bumbu lainnya, masak di atas api kecil sampai ikan matang dan bumbu meresap. Angkat, sajikan dengan nasi hangat. silahkan
 
Masyarakat sekayu pun tidak serta merta
memakan ikan. Pindang yang awalnya berbahan utama ikan sekarang telah banyak
dimodifikasi dengan bahan utama yakni tulang sapi atau yang lebih dikenal
dengan pindang tulang. Pindang tulang disini yakni memakai tulang sapi yang
masih tersisa dagingnya. Cara pembuatannya pun sama dengan cara pembuatan
pindang ikan.  Dengan menambahkan
beberapa campuran daun kemangi yang memberikan kesan tersendiri pada rasanya,
pindang tulang menjadi makanan favorit masyarakat Sekayu.
Makanan khas daerah adalah makanan yang
mencerminkan keadaan alam disekitarnya. Makanan khas daerah pun bisa
mendeskripsikan sikap suatu masyarakat di setiap daerha. Namun, ironisnya saat
ini banyak masyarakat tidak banyak mengetahui makanan khas daerahnya.
Diharapkan kita sebagai generasi muda masyarakat Muba lebih mengetahui makanan
khas daerah agar lebih dekat kepada daerah yang telah memberikan banyak anugrah
terhadap penghidupan kita selama ini.





